Kota Sorong – Pengakuan Lembaga Masyarakat Adat (LMA) Malamoi terhadap Abdul Faris Umlati (AFU) sebagai bagian dari Suku Malamoi mendapat dukungan penuh dari Yohanes Akwan, SH., Direktur Eksekutif Yayasan Lembaga Bantuan Hukum (YLBH) Sisar Matiti. Yohanes menegaskan bahwa pengakuan tersebut sejalan dengan Undang-Undang Otonomi Khusus (UU Otsus) Nomor 2 Tahun 2021 Pasal 1 Ayat 22, yang menekankan pentingnya pengakuan adat di Papua.
Rekomendasi yang disampaikan oleh LMA Malamoi ini menyatakan, “Kami mengakui Abdul Faris Umlati sebagai bagian dari Suku Malamoi, sebab darah perempuan Moi mengalir di tubuhnya.” Pengakuan ini dinilai memperkuat posisi AFU dalam pencalonannya sebagai Gubernur Papua Barat, sebuah langkah yang mendapatkan dukungan luas dari berbagai pihak.
Namun, tidak semua pihak sepakat dengan pengakuan ini. Direktur LP3BH Manokwari, Yan Christian Warinussy, sebelumnya mengingatkan bahwa definisi Orang Asli Papua (OAP) dalam UU Otsus Nomor 21 Tahun 2001 Pasal 1 Huruf t harus diperhatikan secara ketat. Ia menggarisbawahi bahwa perlu ada pemahaman yang jelas terkait definisi OAP untuk memastikan keaslian setiap klaim yang diajukan.
Menanggapi pandangan tersebut, Yohanes Akwan menyatakan bahwa argumentasi Warinussy tidak lagi relevan mengingat perubahan yang terjadi dalam UU Otsus Nomor 2 Tahun 2021. Menurutnya, UU terbaru ini telah memperluas definisi OAP dengan menambahkan frasa pada Pasal 1 Ayat 22 yang memungkinkan interpretasi yang lebih luas.
“Kami menyarankan kepada saudara pengacara Warinussy agar kembali memperhatikan UU Nomor 2 Tahun 2021 yang mengubah UU Otsus Nomor 21 Tahun 2001. Dalam perubahan tersebut, Pasal 1 Ayat 22 telah ditambahkan frasa yang memungkinkan interpretasi yang lebih luas, sehingga argumentasi yang disampaikan oleh saudara Warinussy menjadi multitafsir,” kata Yohanes dalam pernyataannya.
Lebih lanjut, Yohanes juga mengkritik dukungan yang diberikan oleh Warinussy kepada Roger Mambraku, Ketua Generasi Muda Perjuangan Hak Adat (GEMPHA), yang menolak pengakuan adat dari Suku Maya kepada AFU. Yohanes menilai tindakan ini berlebihan dan tidak memiliki dasar argumentasi normatif yang kuat.
“Kita semua harus menghormati kedaulatan masyarakat adat. Biarkan hal tersebut menjadi urusan internal mereka di dalam rumah adat masing-masing. Ketika kita ikut campur dalam urusan ini, kita sudah melangkahi kedaulatan tertinggi dari marga dan suku yang telah memberikan dukungan mereka kepada saudara Petrus dan saudara Alfaris Umlati untuk maju sebagai calon gubernur,” tegasnya.
Yohanes juga menyerukan kepada semua pihak untuk menahan diri dan membiarkan Majelis Rakyat Papua (MRP) melakukan verifikasi terhadap keaslian surat dan fakta historis mengenai asal-usul kedua calon tersebut. Ia menegaskan bahwa UU mengakui kedaulatan suku-suku di Papua dan mengingatkan agar pihak luar tidak ikut campur dalam urusan adat Suku Maya dan Moi.
“Fakta menunjukkan bahwa Alfaris dan Petrus adalah anak adat Papua berdasarkan silsilah dan garis keturunan ibu, dan hal ini diperkuat oleh pengakuan dari kedua keluarga tersebut secara adat yang telah diakui sesuai dengan UU. Ini sudah selesai, biarkan proses adat berjalan, dan kita yang berada di luar perlu menghormatinya,” pungkas Yohanes Akwan.